Rabu, 10 Maret 2010

Deposito Raib, Nasabah Menggugat

Pengadilan Negeri Jambi memutuskan BCA Jambi bersalah. Tergugat diminta mencairkan duit Rp 5,8 miliar untuk nasabah yang menggugatnya. Bank tak lagi menjadi tempat ternyaman berinvestasi?

Tak selamanya mendepositokan uang di bank itu aman dan memberikan rasa nyaman. Apalagi bila nasabah lupa mengontrolnya. Bisa-bisa, duit investasi menyelinap, lalu lenyap. Setidaknya itulah yang dialami Suparman, 64 tahun. Pengusaha karet asal Jambi ini harus merasakan kehilangan deposito valuta asing (valas) US$ 150.000 di Bank Central Asia (BCA) Cabang Jambi.

Suparman menempuh segala cara untuk mengambil fulus yang raib itu. Ia bertekad menggunakan jalur hukum setelah proses damai mentok. Adu argumen di meja hijau pun berlangsung alot. Alhasil, gugatan perdata ayah tiga anak itu dikabulkan sebagian oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi, Selasa dua pekan lalu.

Majelis hakim yang diketuai Achmad Subaidi meminta BCA Cabang Jambi (tergugat) mencairkan deposito penggugat sebesar US$ 151.250 atau Rp 1,8 milyar, setelah jatuh tempo sebulan dengan bunga 10%. Pelunasannya dibayar secara kontan sekaligus. Selain itu, majelis juga menghukum tergugat membayar ganti rugi Rp 4 milyar kepada penggugat. “Putusan ini dilaksanakan terlebih dulu (uit voerbaar bij voorraad). Tidak harus menunggu banding verzet, banding, atau kasasi, “ ujar Achmad Subaidi dalam pembacaan vonis di persidangan itu.

Kuasa hukum penggugat, Gunawan, menjelaskan bahwa perkara itu masuk persidangan sejak akhir Oktober lalu. Ceritanya bermula setahun sebelumnya, Oktober 2007. Ketika itu, Suparman menerima kedatangan dua orang karyawan BCA Cabang Jambi bernama Yulianto dan Sigit. “Apakah memiliki deposito di BCA dan pernah hilang atau tidak?” kata mereka, menelisik.

Suparman menjawab,”Punya, dan saya masih pegang bukti bilyet deposito yang asli.” Setelah ditanya balik oleh Suparman, kedua karyawan bank yang mengaku diperintah atasannya itu menjawab,” Sebenarnya bukan tugas kami, tetapi kami diperintah pimpinan.”

Rupanya peristiwa ini mengingatkan penggugat pada deposito yang dibukanya sejak 27 Februari 1991 di bank tersebut. Hingga saat itu, penggugat belum mencairkannya lantaran lupa atas depositonya di BCA itu. Pasalnya, wiraswastawan tersohor di Kota Jambi ini punya banyak deposito pula di berbagai bank lainnya.

Keesokan harinya, Gunawan melanjutkan, penggugat ditemani karyawannya, Bidin Sianipar, 57 tahun, menyambangi kantor bank yang berdomisili di bilangan Jalan Dokter Sutomo, Jambi, itu. Mereka hendak mencairkan depositonya yang sedianya cair pada 27 Maret 1991. Meski telah menunjukkan bilyet asli, permintaan penggugat itu ditolak pihak tergugat. Alasannya, retensi (penyimpanan) –nya telah lebih dari 10 tahun. “Dokumennya mesti dicari dulu, Pak,” kata seorang petugas bank itu.

Selang dua pekan kemudian, penggugat menemui Kepala Cabang BCA Jambi, David Djayaputera, dan Kepala Operasional, Sunardi Yanto. Mereka tersentak setelah diberitahu tergugat bahwa tanda bukti simpanan deposito (TBSD) Nomor TD/05051/PLG/91 yang dipegangnya itu tidak berlaku lagi. Sebab telah dicairkan dan dan dimutasi ke rekening koran Suparman, dengan nomor rekening 1193060203. Oleh tergugat, arsipnya dimusnahkan pada 3 Januari 2002. “Sesuai dengan peraturan BCA, arsip yang telah lebih dari 10 wajib dimusnahkan,” ujar Sunardi.

Tapi, Gunawan melanjutkan, selama ini kliennya tidak pernah menerima bukti deposito itu dicairkan atau dimutasi. Lagi pula, dana yang masuk ke rekening koran itu tak jelas detail asalnya. Semestinya pihak bank tidak serta merta memutasi deposito itu tanpa ada perjanjian dengan deposan. “Polemik terus berjalan, tak ada titik temu,” katanya.

Suparman akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jambi pada Oktober tahun lalu. Ia meminta majelis hakim menghukum tergugat mengganti deposito valasnya yang selama 17 tahun menjadi US$ 871.007 atau setara dengan Rp 9,6 milyar. Ditambah dengan kerugian materi dan moril senilai Rp 10 milyar. “Seharusnya persoalan itu bisa diselesaikan baik-baik. Tidak perlu ke pengadilan,” kata Gunawan.

Setelah melalui masa persidangan yang panjang, majelis hakim memutuskan TBSD Nomor TD/05051/PLG/91 tertanggal 27 Februari 1991, itu asli milik penggugat dan sah secara hukum. Majelis hakim yang diketuai Achmad Subaidi juga mengabulkan sebagian gugatan penggugat. Menurut dia, deposito itu merupakan deposito non-ARO (automatic roll-over), yakni deposito yang tidak serta merta diperpanjang, tergantung permintaan pemiliknya. Dari total gugatan senilai Rp 19,6 milyar itu, hakim hanya mengabulkan Rp 5,8 milyar.

Atas vonis itu, pengugat menyatakan tidak puas. Sebab, menurut Gunawan, duit kliennya telah mengendap di bank itu selama 212 bulan (Februari 1991-Oktober 2008), sedangkan majelis hakim hanya mengabulkan senilai satu bulan. “Putusannya sudah benar, tapi ganti ruginya kurang. Perkaranya belum usai,” kata Gunawan, seraya menyatakan pikir-pikir. Tapi Suparman menyatakan,” Biarpun saya kurang puas atas putusan itu, ternyata keadilan masih ada.”

Kuasa hukum tergugat, Titis Rahmawati SH justru meminta Mahkamah Agung dan Ketua Pengadilan Tinggi Jambi untuk memeriksa hakim yang memimpin persidangan ini. Ia mencurigai, ada “permainan” di balik putusan itu. “Ini putusan tidak adil. Masak bilyet deposito bisa mengalahkan rekening koran. Itu kan (rekening koran) transaksi juga,” katanya kepada wartawan.

Titis juga menilai putusan ini terkesan dipaksakan dan di luar koridor hukum. Anehnya lagi, kata Titis, kenapa putusannya dilaksanakan terlebih dulu (uit voerbaar bij voorraad). Pokoknya kami akan banding,” ia menegaskan.

Pihaknya pun memastikan tidak akan segera melaksanakan vonis tersebut. Sebab, menurut Titis, semua itu masih dalam proses banding dan ada prosedurnya. Lagi pula, perkara itu bukan soal sengketa hak milik. “Jadi, masih membutuhkan bukti lebih lanjut,” ujarnya kepada GATRA.

Intervensi Sita Jaminan?

Kuasa hukum penggugat, Gunawan, mengajukan sita jaminan atas tanah dan gedung tergugat di bilangan Jalan Dokter Sutomo No. 50-50A Jambi, pada 19 November 2008. Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Achmad Subaidi, mengabulkannya dalam persidangan yang berlangsung pada 21 Januari lalu, Hakim Ketua Achmad Subaidi SH MH mengabulkan.

Pada saat itu, kuasa hukum tergugat, Titis Rahmawati, bereaksi keras. Ia mengancam melaporkan hakim itu ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. “Sita jaminan itu tidak berdasar sama sekali,” katanya. Dengan begitu, eksekusi yang sedianya dilaksanakan pada 27 Januari lalu itu batal. “Maaf. Saya belum bisa berkomentar. Saya masih pusing, “ kata Achmad Subaidi ketika itu.

Kemudian majelis hakim menunda sidang. Rupanya Achmad Subaidi jatuh sakit. Akibatnya, seiring dengan berjalannya waktu, hingga putusan di PN Jambi ditetapkan, sita jaminan itu tak kunjung dilaksanakan. Lagi pula, tak ada penjelasan berarti dari PN Jambi.

Tapi, Gunawan menduga kuat, ada intervensi dari petinggi Mahkamah Agung sehingga sita jaminan belum juga direalisasikan. “Kami punya bukti intervensi itu,” katanya kepada GATRA, seraya menunjukkan bukti suratnya.

Menurut Gunawan SH, surat intervensi itu dikeluarkan Ketua Pengadilan Tinggi Jambi untuk Ketua PN Jambi. “Ini tidak lain lanjutan dari ancaman kuasa hukum tergugat dalam sidang 21 Januari 2009,” tulisnya dalam surat untuk Ketua Mahkamah Agung, tertanggal 2 Februari 2009.


dimuat di Majalah GATRA edisi 23-29 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar